Sungai Asahan
Kisah Cinta Nenek Moyangku [Bag.2]
--- Ompung Jotam [Kakek ayahku]
lahir pada tahun 922 M, menyusul adiknya, Togam, lahir tahun 925 M. Keduanya
melihat dunia pertama kali di pinggiran Sungai Asahan, dimandikan di Sungai
Asahan. Ari-arinya pun dihanyutkan di sungai kenangan itu. Tak lama kemudian si
Oto membangun gubung baru yang bertiang Nibung, beratap rumbia, berlantai bilah
pinang dan berdinding gogat kayu torop. Sedikit lebih mentereng dibandingkan
gubuk-gubuk lainnya, berukuran 4 x 4 Meter ditambah sarambi berukuran 3 x 4
Meter menghadap ke sungai. Jika si Oto, pulang dari sungai, langsung
menambatkan sampannya di tangga.
--- Jotam anak pemberani. Dalam usia 4 tahun, dia sudah melompat ke sungai dari
serambi rumah, dan berenang ke sana ke mari melintasi derasnya arus Sungai
Asahan sambil tertawa riang gembira. Sesekali dia mendapat ikan yang langsung
dibakarnya. Berbeda dengan adiknya, meskipun sama-sama anak sungai tetapi
selalu takut jika diajak abangnya berenang. Untuk melindungi kedua anaknya dari
"penyakit halus" yang berasal dari gangguan begu, ayahnya
membuatkannya bermacam tangkal atau ajimat yang terlilit di pinggang.
--- Si Jotam selalu dibawa ayahnya mengharungi sungai Asahan mencari ikan guna
dijual di Pisang Binaya. Cara menagkap ikan memang bermacam-macam. Adakalanya
memancing, bertaut, memasang bubu atau pengilar dan lain-lain. Hal ini tidak
dilakukan pada induk sungai, melainkan di anak-anak sungai Asahan, seperti
Lubuk Omas, Lubuk Palas, dan bermacam nama anak sungai yang terhubung langsung
ke sungai Asahan.
--- Jotam cepat mengingat spesifikasi anak-anak sungai itu. Ingin mendapatkan
ikan Mombang Biaewan (Arwana kuning), Sibaro, Balidah, Kalu, Lemeduk, Paitan
dan sejenisnya banyak terdapat di Lubuk Omas. Sementara Udang Galah, Tauman,
Sibiske, Baung, dan Lais-lais banyak terdapat di Lubuk Palas. Demikian pula
anak-anak sungai lainnya dengan karekteristik jenis ikan yang spesial.
--- Pada usia 5 (lima) tahun, Jotam sudah naik sampan sendiri, mengikuti ke mana
ayahnya menyusuri sungai. Sementara Togam menemani omaknya ke ladang atau di
rumah saja. Kelihatannya kedua anak ini ada anak ayah dan ada anak mama. Si
Oto, tak mempersoalkan kelakuan kedua anak ini. Dia suka si Jotam yang selalu
menemaninya turun ke sungai. Dia juga menyukai si Togam yang selalu menemani
ibunya ke ladang atau di rumah.
--- Rupanya keberadaan si Amoy yang dilarikan si Oto 7 tahun yang lalu, sudah
diketahui orang tuanya di Bandar Pulo. Begitulah kejadiannya. Suatu hari
rombongan orangtua si Amoy, beserta saudara-saudaranya yang lain, sengaja
datang ke Pisang Binaya, untuk menemui putrinya. Bukan main takutnya si Oto.
Dia terdiam seribu bahasa. Mengapa terdiam? Apalah yang bisa dilakukan seorang
yang bisu dan tuli, kecuali terdiam seribu bahasa. Rupa-rupanya kedatangan
mertuanya, merupakan berita bahagia. Tidak ada marah, dan tidak ada kebencian,
melainkan tangisan kerinduan yang diiringi dengan peluk cium antar keluarga.
--- Sejak saat itu saling kunjung mengunjungi selalu terjadi dengan menggunakan
sampan. Jarak tempuh antara Bandar Pulo−Pisang Binaya hanya 2 Jam. Sebaliknya,
Pisang Binaya−Bandar Pulo, bisa mencapai 3−4 Jam karena menungkah arus arah ke
hulu. Semakin ke hulu, arus semakin deras. Bahkan di bagian hulu Bandar Pulo
[masih kecamatan Bandar Pulo] merupakan arena arung jeram, sebagai arena arung
jeram uji andrenalin terbaik ke-3 di dunia, yang hanya setingkat di bawah
Zambesi di Afrika dan Sungai Colorado di Amerika Serikat.
--- Pada tahun 940, pada saat usia Jotam lebih kurang 18 tahun, si Oto meninggal
dunia tanpa sebab yang jelas. Bukan main kesedihan yang menimpa keluarga ini.
Apalagi setahun kemudian Ibu mereka menyusul pula. Kesediahan demi kesedihan seakan tak ingin meninggalkan keluarga. Itulah sebabnya, keluarga mereka dari
Bandar Pulo datang menjemput keduanya agar tinggal di Bandar Pulo. Akan tetapi
Jotam si pemuda yang pemberani ini tetap bertahan, tidak mau ikut meskipun bujuk rayu terus dilakukan. Dia akan tinggal sendirian di pinggir sungai
Asahan, digubuk kenangan yang dibangun ayahnya. Hanya Togamlah yang ikut ke
Bandar Pulo mengikuti makcik-makciknya yang bermata sipit itu.
--- Jotam melanjutkan pekerjaan ayahnya sebagai nelayan kampung di pinggiran
Sungai Asahan. Oleh karena Jotam tinggal sendirian, banyak pula yang datang
menompang sehari dua hari terutama pedagang yang datang dari Tanjung Bale.
--- Ada keanehan yang dilihat Jotam atas tamu-tamunya para pedagang yang
menginap di "Wisma Kenangan" itu, teruma ketika ada tamunya, sebut
sajalah namanya "Lobe Jantan" yang tunggang tunggik melakukan shalat
lima kali sehari semalam. Oleh karena itulah Jotam menanyakan "ulah"
tamunya. Dari dialog yang rutin dan intensif, maka pada tahun 945 Jotam
"masuk melayu" dengan mengucap dua kalimah syahadat. Setelah Jotam memeluk
agama Islam berbagai musibah datang menimpanya. Apakah dengan masuk Islamnya
seseorang, berbagai cobaan akan datang menimpa?
--- Tunggu sajalah kisah ini akan kulanjutkan pada waktu yang tak terlalu lama.
Sungai Asahan akan memberi jawabannya.
[Bersambung]
Djas (Copas Status FB 08-11-2017)
Artikel ini diambil dari tulisan didinding Facebook Djas Pakcik, dan dibuat untuk mengenang Almarhum Prof. Dr. H. Dja'far Siddik, M.A. Semoga Allah Swt menempatkan Almarhum ditempat terbaik disisi-Nya
2 Komentar
Inn syaa Allah almarhum disurga nya Allah SWT
BalasHapusaamiin... tks nasir
HapusTerima kasih atas komentar yang anda berikan, semoga bermanfaat